Untuk membentuk kepribadian yang baik maka dibutuhkan
pemahaman dari karakter siri sendiri. Sehingga kita mempunyai sautu karakter
yang kuat yang membedakan kita dengan orang lainnya. Cara kita memandang dan
menilai diri kita sendiri disebut sebagai konsep diri. Seorang sekretaris harus
mempunyai konsep diri yang positif sehingga ia merasa yakin degan kemampuanya. Ketika membantu
pimpinan untuk menyelesaikan kepentingan kantor maka konsep diri seorang
sekretaris sangat diperlukan apalagi ketika sekretaris dimintai pendapat
mengenai suatu hal. Dengan konsep diri yang positif maka sekretaris tidak hanya
belaku sebagai robot yang hanya bisa diperintah-perintah oleh pimpinannya,
tetapi ia juga mempunyai inisiatif dalam penyelesaiaan tugas kantor.
Dengan mengamati diri kita, sampailah kita pada gambaran dan
penilaian diri kita yang disebut sebagai konsep diri. Ketika seorang sekretaris
telah berusaha untuk menunjukan kepribaian yang baik maka sekretaris harus
menilai bagaimana orang lain melihat kita. Dengan begitu akan seorang
sekretaris akan mengetahui sikap atau perilakunya belum bisa diterima orang
lain. Maka dengan penilaian orang lain tersebut, sekretaris akan memperbaiki
perilakunya agar bisa diterima oleh lingkungannya. Secara garis besar, konsep
diri dapat iartikan sebagai pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Atau
dapat di katakan Persepsi mengenai diri sendiri. Persepsi tentang diri ini
boleh bersifat psikologi, sosial dan fisis. Untuk mengetahuinya, kita bisa
mengajukan pertanyaan kepada diri kita sendiri:
a.Bagaimana watak saya sebenarnya?
b.Bagaimana orang lain memandang saya?
c.Apakah mereka menghargai atau merendahkan saya?
d.Bagaimanda pandangan saya tentang penampilan
saya?
Dengan demikian, ada dua komponen konsep diri: komponen
kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitif dapat berupa penyataan bahwa
“saya ini orang tidak menarik” dan komponen afektif kita berkata : “saya senang
diri tidak menarik, ini lebih baik bagi saya.” atau komponen afektifnya bisa
berupa “saya malu sekali karena saya menjadi orang yang tidak menarik.” Dalam
psikologi sosial, komponen kognitif disebut citra diri (self image) dan komponen afektif disebut harga diri (self esteem). Secara rinci akan di
jelaskan sebagai berikut:
a.Citra Diri
Untuk
mewujudkan penampilan yang prima maka seorang sekretaris harus mempunyai citra
diri yang merupakan intregrasi intelektualitas, watak, perilaku, karya dan
penampilan seseorang di depan umum. Sesuai dengan teori psikologi bahwa orang
bertemu muka, pertama kali yang akan terlinras adalah hallo effect. Yakni pertemuan
pertama itu sangat mempengaruhi penampilan seseorang terhadap orang lain. Jika
pertemua pertama memounyai kesan menyenangkan maka akan lebih mudah menjalin
hubungan selanjutnya. Tetapi sebaliknya, jika pertemuan pertama ridak
mengenakkan, maka untuk hubungan selanjutnya akan terasa lebih sulit dalam
pendekatannya (Rosidah & Ambar, 2005:64).
b.Harga diri
Merupakan
tingkat penerimaan diri kita dilingkungan kita berada. Seorang sekretaris harus
mempunyai harga diri yang tinggi, agar keberadaannya dapat diterima dalam
segala kondisi. Dapat dicontohkan seperti ketika mengikuti rapat penjualan
produk yang menurun, walaupun hal ini bukan bidangnya seorang sekretaris maka
setidaknya ia harus menyumbang idea tau gagasan yang dapat menunjang peningkatan
penjualan produk agar keberadaanya dalam rapat tersebut dapat dihargai oleh
anggota rapat yang lain.
2.Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri
Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri:
a.Orang lain
Kita mengenal diri kita dengan mengenala orang
lain lebih dahulu. Bagaimana orang lain melihat kita akan membentuk konsep diri
kita. Sedangkan orang lain melihat diri kita dari apa yang kita tampilkan
kepada mereka. Dapat saya contohkan mengenai Drs. Jalaluddin Rakhmat, beliau
adalah oaran Indonesia yang memperoleh beasiswa Fullbright di Amerika. Orang
Amerika mengenal mahasisa yang mendapat beasiswa ssebagai orang-orang cerdas
dan ketua Departemen Komunikasi Massa memprkenalkan saya sebagai mahsiswa yang Full bright”. Semua orang disana
menganggap bahwa ia orang yang cerdas, bahkan teman-teman kuliahnya member
julukan sebagai professor. Tiba-tiba ia yang lulus biasa-biasa daja di
Indonesia, mendapat penghargaan yang luar biasa tersebut. Citra dirinya sedah
terbentuk, dan ia berusaha mempertahankan citra diri yang telah didapat. Ia
berfikir “saya cerdas, karena itu saya harus berhasil.” Hinga Akhirnya ia
benar-benar berhasil. Konsep diriny terbetuk karena pujian orang lain. Sampai
sekarang ia masih ragu apakah keberhasilan itu timbul karena kecerdasannya atau
karena pujian orang kepadanya.
b.Kelompok Rujukan
Dalam pergaulan sehari-hari, kita pasti menjadi
ornggata berbagai kompok, contoh: RT, Persatuan Bulutangkis, atau Ikatan
Sarjana Komuniksasi. Setiap kelompok mempunyai norma-norma tertentu. Ada
kelompok yang secara emosional mengikat kita, dan berpengaruh terhadap
pembentukan konsep diri kita yang disebut kelompok rujukan. Dengan melihat
kelompok ini, orang mengarahkan perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan
cirri-ciri kelompoknya. Apabila seorang sekretaris menjadi anggota dari Ikatan
sekretaris maka, ia menjadikan norma-norma dalam ikatan ini sebagai ukuran
perilakunya. Sekretaris juga merasa diri sebgai bagian dari kelompok ini,
lengkap dengan seluruh sifat-sifat skretaris menurut persepsinya.
3.Pengaruh Konsep Diri terhadap Perkembangan Karir
Sekretaris
Apabila seorang mahasiswa menganggap dirinya
sebagai orang yang rajin, maka ia akan berusaha menghadiri kuliah secara
teratur, membuat catatan yang baik, mempelajari kuliah dengan sungguh-sungguh,
sehingga memperoleh nilaki akademis yang baik. Bagitu juga bagi sekretaris yang
professional, ia akan menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu, berpakaian yang
rapi agar terlihat menarik bagi orang lain. Bila orang merasa rendah diri, ia
akan mengalami kesulitan untuk mengkomunikasikan gagasannya kepada orang-orang
yand dihormatinya, tidak mampu berbicara didepan umum, atau ragu-ragu
menuliskan pemikirannya. Apabila kita berfikir diri kita sebagai orang yang
pandai, maka kita akan benar-benar menjadi orang pandai. Kita berudaha hidup
sesuai dengan label yang kita lekatkan pada diri kita sendiri. Hubungan konsep
diri dengan perilaku, dapat disimpulkan dengan ucapan: You don’t think what you are, you are what you think.
Kesuksesan seorang sekretaris dalam bekomunikasi
dengan pimpinan, teman kerja dan kolega sangat dipengaruhi oleh kualitas konsep
diri. Untuk mendapatkan perhatian orang lain, sekretaris harus mempunyai konsep
diri yang positif. Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert dalam buku
Psikologi Komunikasi (Jalaluddin, 2003:105) ada empat tanda orang yang memiliki
konsep diri negatif
a.Peka pada kritik
Orang
ini sangat tidak tahan pada kritik yang driterimanya, dan mudah marah. Bagi
orang ini koreksi seringkali dipersepsi sebagai usaha untuk menjatuhkan haraga
dirinya.
b.Responsif sekali terhadap pujian
Walaupun
ia mungkin berpura-pura menghindari pujiam, ia tidak dapat menyembunyikan
antusiasmenya pada waktu menerima pujian. Untuk orang yang seperti ini, segala
macam hal-hal yang menunjang haraga dirinya menjadi pusat perhatiannya.
c.Cenderung Merasa tidak disenangi orang lain
Ia
merasa tidak diperhatikan karena itulah ia bereaksi pada orang lain sebagai
musuh. Sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan.
d.Pesimis terhadap kompetisi
Seperti
terungkap dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat
prestasi. Ia menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan
dirinya.
Dalam kenyataan, memang tidak ada orang yang betul-betul
sepenuhkanya berkonsep diri negatif atau positif. Akan tetapi kita harus
berupaya agar mempunyai konsep diri yang positif. Konsep diri yang positif
ditandai dengan beberapa hal berikut:
a.Meyakini betul-betuk nilai-nilai dan
prinsip-prinsip tertentu serta berseia mempertahankannya, walaupun mengahadapi
pendapat kelompok yang kuat.
b.Mampu berindak berdasarkan penilaian yang baik
tanpa merasa bersalah yang berlebih-lebihan, atau menyesali tindakan jika orang
lain tiak menyetujui tindakannya.
c.Ia tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu
untuk mencemaskan apa yang akan terjadi besok, apa yang telah terjadi waktu
yang lalu, dan apa yang sedang terjadi waktu sekarang.
d.Memiliki keyakinan pada kemampuannya utnuk
mengatasi persoalan, bahkan ketika ia menghadapi kegagalan atau kemunduran.
e.Merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia
tidak tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertantu,
latar belakang keluarga, atau sikap orang lain terhadapnya.
f.Sanggup menerima dirinya senagai orang yang
penting dan bernilai bagi orang lain, paling tidak bagi orang-orang yang ia
pilih sebagai sahabatnya (Jalaluddin, 2003:106).
Seorang sekretaris yang professional setidaknya
harus memiliki beberapa karakteristik konsep diri yang positif tersebut, agar ia
lebih mudah untuk berkomunikasi dengan atasan maupun relasi perusahaan agar
membantu melancarkan tugas pimpinan. Seorang sekretaris yang mempunyai konsep
diri yang positif akan mendapatkan kepercayaan yang tingii dari atasanya,
sehingga karirnya sebagai sekretaris dapat berkembang.
ELEMEN PUBLIC SPEAKING
Teknik Vokal
1. Intonasi (intonation) –nada suara, irama bicara, atau alunan nada dalam melafalkan kata-kata.
2. Aksentuasi (accentuation) atau logat, dialek. Lakukan stressing pada kata-kata tertentu yang dianggap penting.
3. Kecepatan (speed). Jangan bicara terlalu cepat.
4. Artikulasi (articulation), yaitu kejelasan pengucapan kata-kata; pelafalan kata (pronounciation).
5. Infleksi – lagu kalimat, perubahan nada suara; hindari pengucapan yang sama bagi setiap kata. Infleksi naik (go up) menunjukkan adanya lanjutan, menurun (go down) tunjukkan akhir kalimat.
Eye Contact
1. Pandang audience; sapukan pandangan ke seluruh audience.
2. Pandang tepat pada matanya!
Gesture
1. Alami, spontan, wajar, tidak dibuat-buat.
2. Penuh, tidak sepotong-sepotong, tidak ragu.
3. Sesuai dengan kata-kata.
4. Gunakan untuk penekanan pada poin penting,
5. Jangan berlebihan. Less is more!
6. The most important gesture: to SMILE!
7. Gerakan tubuh meliputi: ekspresi wajah, gerakan tangan, lengan, bahu, mulut atau bibir, gerakan hidung, kepala, badan, kaki.
8. Setiap gerakan mengandung tiga bagian:
·Pendekatan (The Approach)
·Tubuh siap untuk bergerak; Gerakan (The Stroke)
·gerakan tubuh itu sendiri; dan Kembali (The Return) kembali ke posisi semula tau keadaan normal.
9. Variatif, jangan monoton. Misalnya terus-menerus mengepalkan jari tangan di atas.
10. Jangan melalukan gerakan tubuh yang tidak bermakna atau tidak mendukung pembicaraan seperti: memegang kerah baju, mempermainkan mike, meremas-remas jari, dan menggaruk-garuk kepala.
11. Makin besar jumlah hadirin, kian besar dan lambat gerakan tubuh yang kita lakukan. Jika kita berbicara di depan hadirin dalam jumlah kecil, atau di videoconferencing, atau di televisi, lakukan gerakan tubuh alakadarnya (smaller gestures).
Humor
1. Bumbu Public Speaking.
2. Use Natural Humor! Don’t try to be a stand up comedian!
3. Gunakan hentian (pause) sekadar memberikan kesempatan kepada pendengar untuk tertawa.
4. Teknik humor a.l. Exaggeration –melebihkan sesuatu secara tidak proporsional. Misalnya, ungkapan “hujan lokal” bagi pembicara yang “menyemburkan” air liur; parodi –meniru gaya suatu karya serius (lagu, pepatah, puisi) dengan penambahan agar lucu, misalnya mengubah lirik lagu dengan kata-kata baru bernada humor; teknik belokan mendadak –membawa khalayak untuk meyakini bawa kita akan berbicara normal, namun tiba-tiba kita mengatakan sebaliknya atau tidak disangka-sangka pada akhir pembicaraan. Contoh: Saya mencintai seorang wanita, namun kami tidak bisa menikah karena keluarganya merasa keberatan. Saya tidak bisa apa-apa, karena keluarganya yang tidak setuju itu adalah suami dan anak-anaknya!; TV (baca: tivi) yang dibuat di Bandung dan bermerk “Parisj van Java” yaitu pikir-pikir tidak ada.
Hatur nuhunnn…
REFERENCE: ASM. Romli, Lincah Menulis Pandai Bicara. Nuansa Bandung, 2003; ASM. Romli, Broadcast Journalism: Panduan Menjadi Penyiar, Reporter, dan Scriptwriter. Nuansa Bandung, 2005; Anne Fisher, “Secrets of Great Public Speaking”. www.money.cnn.com; “One-Liner for Speaker”. www.halife.com; “Public Speaking Glossary”, www.public-speaking.org; “Radio Announcement: Finding Your Best Voice,” The College of Communication The University of Texas, http://www.utexas.edu.*
Menghadapi hidup itu jangan terlalu serius, kata-kata itu yang jadi obat penenang ketika pikiranku mulai gundah gulana. Suatu saat ketika saya dan teman-teman sedang mengerjakan tugas kuliah, kami mengalami kesulitan dalam menganalisis masalah untuk penyusunan makalah. Waktu itu karena pikiranku sudah sangat buntu akhirnya saya bilang kepada teman-teman saya:
“Terus gimana nih kalo kita gak dapat sumber yang relevan dengan judul makalah kita??”
“Udahlah yass,,, jangan terlalu ngoyo, tugas ini bukan segalanya kok. Gak menjamin kita bisa sukses di masa depan. Yang penting toh shalat yas,, itu yang jamin hidup kita”
Mendengar nasehat teman saya itu, aku jadi temenum sebentar. Dalam pikirku “Iya ya,, kenapa mesti pusing-pusing untuk mekiran satu hal yang dah buntu diotak kita. Kalo emang udah mentok mau diapain lagi?”
Suatu ketika aku juga pernah mendangarkan Stement Ahmad Dhani, dia bilang bahwa
“Menghadapi hidup itu jangan telalu serius, semakin kita serius menghadapi hidup ini, maka rasa takut justru
muncul dan berakibat kita bisa kehilangan impian kita karena ketakutan tersebut."
Dari beberapa kejadian itu aku menyimpulkan bahwa hidup itu tidak perlu terlalu dipikirkan, yang penting itu dijalani. Jangan terlalu khawatir mengenai apa yang akan kita hadapi di esok hari tapi yang penting itu hidup di hari ini. Kadang ada saatnya kita menikmati lika-liku kehidupan dengan pikiran yang tenang walaupun kuta ada dalam kondisi terhimpit. Memang benar kata pepatah, hari ini adalah kenyataan, kemaren adalah sejarah dan besok adalah misteri.
Yang penting buat aku sekarang itu menjalani tiap jengakal kehidupan, tiap detail prosesnya memang butuh perjuangan, tapi sekuat apapun kita berusaha hasil akhirnya ada pada Sang Kuasa. Aku bilang seperti ini bukan berarti bahwa hidup itu hanya pasarah aja, tapi aku ingin sedikit menberikan ketenangan untuk aku maupun orang-orang disekitarku. dalm hidup tidak hanya butuh kecerdasan dan skill tapi kita butuh mental yang kuat untuk melakoni panggung sandiwara dunia. Kita sendri yang menjadi peran akor dikehidupan kita, tapi skenarionya tetap Tuhan yang mengatur. Kita sebagai akor hanya bisa berusaha sekuat tenaga kita, kalaupun itu ada kegagalan tandanya usaha kita masih belum maksimal. Setiap orang punya jatah kegagalan yang harus dia habiskan sebelum meraih sukses yang kita inginkan.
Suatu ketika, aku dan teman-teman sedang asik ngobrol di ormawa. waktu itu jam sudah menunjukan pukul 13.30. Salah seorang dari teman saya ternyata ada yang menunda melaksanakan shalat dhuhur. Kemudian salah satu temanku mencoba mengingatkan.
“Van, shalat dulu lah, shalat itu kewajibanmu lho..” kata Bang Roni
“Iya sebentar” Jawab Irvan
“Shalat dulu sana, shalat tuh kebutuhan lho. Masih butuh apa gak kamu?” Tanyaku kepada Irvan
“Loh kok kebutuhan? Wah berarti kamu shalat pasa lagi butuh aja ya??” Jawab Irvan
“Iyo lah,, tiap detik, menit, jam, hari aku butuh kok.. Butuh bernafas, buka mata, makan, minum.” sahutku
“Iyo yas,,, sip. Setuju aku” kata bang Roni
Mendengar kata itu agus hanya senyum-senyum saja,, dan mulai mematikan laptop yang dipaikai ngegame dari tadi. Ahirnya perlahan-lahan ia beranjak dari tempat duduknya dan pergi ke luar untuk mencari air wudhu.
Dari sedikit coretanku ini, aku hanya ingin sedikit berbagi mengenai hal-hal kecil yang bisa jadi pencerahan untuk kita semua.. semoga bermanfaat...
Pada kesempatan kali ini
saya akan sedikit mengupas mengenai MDG’s. semoga apa yang saya tampilkan ini
bisa bermanfaat untuk pembaca.
Millennium
Development Goals (MDGs) atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi
Tujuan Pembangunan Milenium, adalah sebuah paradigma pembangunan global,
dideklarasikan Konperensi Tingkat Tinggi Milenium oleh 189 negara anggota
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York pada bulan September 2000. Dasar
hukum dikeluarkannya deklarasi MDGs adalah Resolusi Majelis Umum Perserikatan
Bangsa Bangsa Nomor 55/2 Tangga 18 September 2000, (A/Ris/55/2 United Nations
Millennium Development Goals).
Semua
negara yang hadir dalam pertemuan tersebut berkomitment untuk mengintegrasikan
MDGs sebagai bagian dari program pembangunan nasional dalam upaya menangani
penyelesaian terkait dengan isu-isu yang sangat
mendasar tentang pemenuhan hak asasi dan
kebebasan manusia, perdamaian, keamanan, dan pembangunan. Deklarasi ini
merupakan kesepakatan anggota PBB mengenai sebuah paket arah pembangunan global
yang dirumuskan dalam beberapa tujuan yaitu:
Menanggulangi
Kemiskinan dan Kelaparan,
Mencapai
Pendidikan Dasar untuk semua,
Mendorong
Kesetaraan Gender, dan Pemberdayaan Perempuan,
Menurunkan
Angka Kematian Anak,
Meningkatkan
Kesehatan Ibu,
Memerangi
HIV/AIDs, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya,
Memastikan
Kelestarian Lingkungan Hidup, dan
Membangun
Kemitraan Global untuk Pembangunan.
Lalu siapa yang
menetapkan taget tersebut?
Pemerintah
daerah dapat menetapkan target pembangunan pusat kesehatan baru, atau ruang
kelas sekolah. Pemerintah Pusat juga dapat melakukan hal yang sama. Sebenarnya, selama ini keduanya melakukan hal
tersebut. Sebagai contoh, ada target untuk mewujudkan pendidikan dasar 9 tahun
pada 2009. Dan hal yang sama juga
terjadi di tingkat global, khususnya melalui kesepakatan internasional. Sejak sekitar 20 tahun terakhir telah banyak
pertemuan internasional di mana Indonesia
bergabung dengan negara-negara di dunia untuk menetapkan target global terkait
produksi pangan, “pendidikan untuk semua” serta pemberantasan penyakit seperti
malaria dan HIV/AIDS. Boleh jadi, anda
belum pernah mendengarnya, namun masih banyak target yang sepantasnya menjadi
sasaran bersama masyarakat dunia.
Hnya ada
delapan tujuan umum, seperti kemiskinan, kesehatan, atau perbaikan posisi
perempuan. Namun, dalam setiap tujuan
terkandung “target-target” yang spesi[1] k dan terukur. Terkait perbaikan posisi perempuan, misalnya,
ditargetkan kesetaraan jumlah anak perempuan dan laki-laki yang
bersekolah. Begitu pula berapa banyak
perempuan yang bekerja atau yang duduk dalam parlemen. Delapan tujuan umum tersebut, mencakup
kemiskinan, pendidikan, kesetaraan gender, angka kematian bayi, kesehatan ibu,
beberapa penyakit (menular) utama, lingkungan serta permasalahan global terkait
perdagangan, bantuan dan utang.
Setiap
tujuan menetapkan satu atau lebih target serta masing-asing sejumlah indikator
yang akan diukur tingkat pencapaiannya atau kemajuannya pada tenggat waktu hingga
tahun 2015. Secara global ditetapkan 18 target dan 48 indikator. Meskipun
secara glonal ditetapkan 48 indikator namun implementasinya tergantung pada
setiap negara disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan dan ketersediaan data
yang digunakan untuk mengatur tingkat kemajuannya. Indikator global tersebut
bersifat fleksibel bagi setiap negara.
Deklarasi
MDGs merupakan hasil perjuangan dan kesepakatan bersama antara negara-negara
berkembang dan maju. Negera-negara berkembang berkewajiban untuk melaksanakannya,
termasuk salah satunya Indonesia
dimana kegiatan MDGs di
Indonesia mencakup pelaksanaan kegiatan monitoring MDG. Sedangkan
negara-negara maju berkewajiban mendukung dan memberikan bantuan terhadap upaya
keberhasilan setiap tujuan dan target MDGs.
Mengenai ketercapaian target MDGs memang Indonesia belum sepebuhnya mencapai hasil
tersebut dengan maksimal akan tetapi setidakny Indonesia telah menunjukan
usahanya. Sebagai contoh, di Indonesia, proposi penduduk yang hidup di bawah
garis kemiskinan pada 1990 berjumlah sekitar 15,1%. Pada 2015, kita harus mengurangi angka
tersebut menjadi separuh, yaitu 7,5%.